Petualangan Menjemput Kekepoan ( 1 )
Foto : Koleksi Pribadi |
Ini ceritaku menjemput kekepoanku. Sebetulnya sudah beberapa hari yang lalu ingin banget ke tempat ini. Banyak acara-acara seru yang sudah terlewatkan. Meski saat kesini sedang tak ada jadwal acara di panggung utama, setidaknya aku sudah tahu gedung dan sedikit gambaran mengenainya.
Senin pagi kemarin adalah jadwalku belajar tahsin. Setelah selesai tahsin dan izin ke paksu, aku berangkat dengan naik angkot menuju tol Jatibening. Dari tol Jatibening dilanjutkan dengan bis Mayasari Bakti 9A Jurusan Bekasi Pasar Senen. Sepanjang perjalanan aku mengamati perubahan ibukota yang luar biasa. Beberapa bangunan yang dulunya tidak ada, sekarang ikut berjejer bersama bangunan lama. Ada Pasar Buku Kenari yang kemarin diresmikan oleh Gubernur DKI, dulunya adalah Jalan Kenari tempat aku belajar tambahan di Nurul Fikri. Jalan itu sudah tiada kini. Ya, kucoba mengenali kembali bangunan yang dilewati satu per satu sambil sesekali memoriku melayang ke masa-masa sekolah. Jalan-jalan yang dilewati mulai dari Matraman sampai Salemba Raya adalah jalan yang penuh kenangan. Kenapa penuh kenangan ? Karena aku lahir dan besar di daerah ini sampai tahun 2006 sebelum akhirnya pindah ke Bekasi.
Selama perjalanan, aku dan seluruh penumpang bis ditemani seorang pengamen yang sudah tidak lagi muda. Rambut panjangnya yang sudah memutih kulihat diikat karet. Uniknya bapak tua ini tidak menjual suara, namun ia menjual pengalaman dan ilmunya tentang sejarah. Aku cukup menikmatinya, karena aku menyukai sejarah. Hebatnya cerita yang keluar mengalir begitu saja tanpa ada teks yang dibacanya. Ingatan bapak tua ini begitu lekat mengisahkan tentang Hitler, peristiwa pembantaian Yahudi dan bagaimana akhir hidup seorang Hitler. Dilanjutkan tentang Peristiwa G 30 S/PKI. Diujung kisahnya, bapak tua mengingatkan tentang bahaya laten PKI dan persatuan menjaga NKRI, serta jangan sampai bangsa terpecah belah. Wiih, keren ya bapak tua ini.
Sesampainya di Kramat Raya aku turun. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.30. Ternyata aku turun persis di depan Toko Buku Buyung. Untuk para pecinta buku yang tinggal di Jakarta, pastinya sudah sangat mengenal penjual buku bernama Bapak Buyung ini, yang menjual buku-buku agama dengan harga lebih murah dari tempat lain. Meski murah tapi bukunya asli kok. Dulu bapak Buyung, begitu orang-orang menyebutnya, masih berjualan di emperan toko. Dari sebutannya sudah dapat ditebak ya darimana asal bapak ini. Yup benar, dari Sumatra Barat. Kalau dulu bapak Buyung berjualan sendiri, sekarang sudah ada pegawai yang membantunya.
Aku pun tergoda untuk masuk, padahal ini tidak masuk rencana. Aku mencari Api Sejarah. Bukunya ada dijual di toko ini, namun memerlukan budget yang besar untuk membelinya. Kuputuskan untuk menundanya dulu. Aku mencari buku yang lain, akhirnya jatuh pada Prophetic Parenting dan Begini Harusnya Menjadi Guru. Alhamdulillah, akhirnya bisa juga buku ini kumiliki.
Kuambil gawai untuk membuka aplikasi Grab. Ini temanku kemana-mana. Tinggal klik untuk membuka, tentukan destinasi dan pesan. Menunggu sebentar, datanglah yang dinanti. Tapi kali ini aku menanti hampir 10 menit, karena driver harus memutar agak jauh. Baiklah mas driver, aku akan menanti karena sepertinya tidak ada angkutan umum yang melalui jalan ini menuju tempat yang dituju. Adzan Dzuhur terdengar memanggil. Aku bersabar menunggu, sambil mataku tetap awas melihat pergerakan driver di map aplikasi Grab.
bersambung yaa
2 Comments
aku ikut kepo sama buku propotic parentingnya,,,
ReplyDeleteHehe...
ReplyDelete